Edi Prasetyo

Tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah. Sejak masih kuliah di IKIP Yogyakarta gemar menulis. Pernah menjadi guru di SMAN 1 Sokaraja, Banyumas 18 tahun, KS SMAN 1 S...

Selengkapnya
Navigasi Web

Malu Aku Dipanggil Ibu

Delapan tahun sudah aku menjadi seorang istri. Dua buah hati pun sudah aku miliki. Hidup bersama suami dan anak-anakku benar-benar telah membuatku bahagia. Di antara berbagai hal yang membuatku bahagia itu, ada satu hal yang paling aku sukai, yakni ketika anak-anakku memanggilku ibu. Ya, panggilan itulah yang sangat aku sukai.

Bagiku, puncak kebahagiaan seorang wanita adalah ketika dirinya telah mendapatkan panggilan itu dari anak-anaknya. Ya, benar! Untuk apa berparas cantik dan bertubuh seksi jika wanita tak pernah mendapatkan panggilan itu dari anak-anaknya? Paras yang cantik dan tubuh yang seksi akan pudar pada waktunya, sementara panggilan ibu tak akan pudar selamanya. 

Karena itulah selama ini aku selalu giat bekerja. Keinginanku hanya satu, yakni agar aku bisa membahagiakan anak-anakku. Dari uang yang aku peroleh dengan bekerja itulah selama ini aku bisa memenuhi dan menyukupi semua kebutuhan anak-anakku. Aku pun merasa sangat senang ketika melihat anak-anakku tampak bergembira.

Namun, sudah tiga hari ini aku merasa gelisah. Ada yang mengatakan kalau aku tak pantas mendapat panggilan ibu. 

"Kamu tak pantas mendapat panggilan ibu, Laksmi!" Kudengar suara yang cukup nyaring di ruang kerjaku meski tak ada siapa-siapa.

"Betul! Bukan hanya karena kamu telah mengandung dan melahirkan anak-anakmu maka kamu layak dipanggil ibu, Laksmi," kata suara lainnya tak kalah nyaring. Kupandangi semua sudut ruang kerjaku yang tak ada siapa-siapa selain diriku yang tengah menghadap laptop yang masih menyala. Jantungku pun mulai berdebar.

"Seorang ibu itu juga harus mau memandikan anak-anaknya, mendandaninya, megganti popoknya, meyusuinya, menyuapinya, dan memeluk serta mengelus-elusnya untuk mengantarkan mereka tidur. Namun kenyataannya, apa yang selama ini telah kamu lakukan? Dengan alasan kamu sibuk bekerja, semua peran seorang ibu itu telah kamu serahkan kepada pembantu rumah tanggamu. Anak-anakmu butuh itu semua dari kamu, Laksmi. Bukan dari pembantumu!" lanjut suara yang pertama tadi. Kurasakan tubuhku mulai menggigil. Mataku pun mulai basah.

Hatiku terasa teriris. Ingin rasanya aku menjerit sekeras-kerasnya. Dengan tubuh menggigil dan mata yang sembab, aku benar-benar merasa malu mendapat panggilan ibu dari anak-anakku. [*]

 

 

 

 

 

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, ini ....., Hehehe. Sukses selalu dan barakallahu fiik

22 Dec
Balas

Terima kasih. Sukses juga untuk Bu Ropi.

22 Dec

Dilema jadi ibu, membagi ruang publik dan ruang domestik, sukses pak Edi

22 Dec
Balas

Betul, Bu. Maka hendaknya seorang ibu pandai mengatur diri untuk semua urusan yang menjadi tanggung jawabnya.

23 Dec



search

New Post