Edi Prasetyo

Tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah. Sejak masih kuliah di IKIP Yogyakarta gemar menulis. Pernah menjadi guru di SMAN 1 Sokaraja, Banyumas 18 tahun, KS SMAN 1 S...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bijak Menyebut Identitas Orang

Ketika sedang bercakap-cakap dengan orang lain, baik melalui tatap muka langsung maupun melalui telepon, kadang orang menyebut nama seseorang. Dengan maksud untuk memberi penjelasan kepada lawan bicara, selain menyebutkan nama kadang orang menyebutkan pula identitas orang yang dimaksud.

Penyebutan identitas seseorang memang bermaksud baik. Lawan bicara kemudian akan tahu pada orang yang dimaksud. Akan tetapi, jika tidak hati-hati, tanpa menyadari bisa saja orang akan menyebutkan identitas yang tidak seharusnya ia sebutkan. Identitas yang bersifat rahasia maupun yang tidak disukai oleh orang yang dimaksud, justru disebutkan.

Misalnya saja orang menyebutkan ciri-ciri fisik seperti kepala yang botak, perut yang buncit, tubuh yang gembrot, kaki yang pincang, atau yang lainnya. Atau menyebutkan ciri yang merupakan tabiat buruk seseorang, misalnya yang suka mabok, suka kawin-cerai, suka mempermainkan laki-laki, senang merebut suami orang, atau yang lainnya.

Penyebutan identitas semacam itu, meski sesuai fakta, tetap tidak bijaksana. Meski orang yang dimaksud tidak mengetahui karena tidak mendengarkan pembicaraan, tetap tidak seharusnya dilakukan. Bahkan menurut ajaran agama, membicarakan keburukan orang lain merupakan hal yang dilarang sehingga jika dilanggar orang akan berdosa.

Jika demikian, bagaimana seharusnya orang menyebutkan identitas seseorang agar lawan bicara bisa memahami pembicaraan? Mudah saja. Sebutkan saja identitas yang baik-baik. Misalnya tentang pekerjaan, alamat tempat tinggal, suami atau istri siapa, prestasinya, atau yang lainnya.

Lebih jelasnya, misalnya orang mengatakan, "Itu, Pak Agus yang menjadi guru SMAN 5 Magelang." Atau, "Itu lho Bu Ririn yang suaminya merupakan anggota TNI." Bisa juga, "Pak Tanto yang rumahnya di depan Kantor Pos Wonosari itu lho."

Penyebutan identitas semacam itu tidak sulit bukan? Selain tidak sulit juga tidak berpotensi menimbulkan keburukan dan dosa. Dengan demikian, tak seharusnya orang mengatakan, "Itu lho Pak Slamet yang perutnya buncit." Atau, "Itu lho, Bu Ririn yang suka berdandan menor dan sering dibawa pergi laki-laki." Begitu pula, "Mbak Dina yang gembrot itu lho."

Mulai sekarang, jika menyebutkan identitas seseorang, biasakan menyebutkan yang baik-baik saja dan hindari yang buruk-buruk. [*]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Siap.

15 Feb
Balas

Terima kasih, Pak Sopyan. Teruslah berkarya, semoga sukses.

15 Feb

Penyebutan identitas yang baik membuat kita terhindar dari dosa ghibah..., nggih Pak? Alhamdulillah, jazakallh khoir untuk pencerahannya. Semoga Pak Edi dan keluarga sehat, bahagia, dan senantiasa di dalam ridhoNya. Barakallah...., Pak Edi.

16 Feb
Balas

Betul sekali, Bu Hajah. Terima kasih atas doanya. Semoga Bu Raihana sekeluarga pun selalu sehat dan bahagia. Amin.

16 Feb

Terima kasih informasinya Pak Edi. Sukses selalu

15 Feb
Balas

Terima kasih kembali, Bu Desi. Sukses juga untuk Ibu. Teruslah bersemangat untuk menulis.

15 Feb

Nggih pak edi yang bijaksana... Hehe

15 Feb
Balas

Hehe... Nggih, Bu Kur. Matur nuwun sanget.

15 Feb

Kenyataannya dimasyarakat masih banyak yang begitu Ayah. Mereka menyebutkan identitas orang lain dengan tertawa seolah mereka paling sempurna. Saya aja gak suka dibilang si "Pengek" alias pesek. Hehehe Walau pun bener faktanya saya pesek.

15 Feb
Balas

Benar, Neng Aan. Makanya saya menulis hal itu. Siapa tahu ada manfaatnya untuk mengingatkan orang orang yang masih suka melakukan hal seperti itu. Iya, pesek tidak apa apa yang penting suami Neng Aan menyayangi.

15 Feb

Justru Ayah, suami sy bilangnya klw sy mancung ntar hilang cantiknya. Karena sudah setelan atau settingannya begitu. Kalau di ubah nanti berbeda lagi komposisinya. Entah dia cm menghibur atau memang jujur. Yang jelas suka aja sama jawaban dia. Kalau saya mancung gak cantik lg.

16 Feb

Hehehe... bijak sekali jawaban suami Neng Aan.

16 Feb

Hehehe... berarti dia bohong ya Ayah. Buat nyenengin doang.

16 Feb

Terima kasih sudah diingatkan pak, smoga saja tetap terus bijak dalam hal ini..

15 Feb
Balas

Terima kasih kembali, Bu Rizka. Ya, Bu. Amin.

15 Feb

Terimakasih pak Edi utk ilmunya...

15 Feb
Balas

Sama sama, Bu Yuria. Teruslah berkarya.

15 Feb

Baik pak. terimakasih atas penjelasannya dan terimakasih atas ilmu yg diberikan. Sangat bermanfaat sekali untuk tulisan saya. Salam santun pak ..

15 Feb
Balas

Terima kasih kembali, Bu Elda. Teruslah berkarya, semoga sukses. Salam santun kembali.

15 Feb

Pelajaran yang baik. Terimakasih telah mengingatkan pak.

15 Feb
Balas

Terima kasih sekali atas apresiasi Bu Jurtawani. Teruslah bersemangat untuk menulis, semoga sukses.

15 Feb

Sangat santun dlm berbagi ilmu.Makasih pakSemoga sehat selalu

25 Mar
Balas

Ya, Bu. Hendaknya begitu.

30 Mar

Keren dan mantap pak....sehingga tk jadi dosa dan menyakitkan bagi orang lain....terimakasihBerbagi ilmunya pak .

15 Feb
Balas

Betul, Bu Asma. Terima kasih kembali. Teruslah berkarya, semoga sukses.

15 Feb

Trimakasih atas pencerahannya, pak. Mantap.

15 Feb
Balas

Terima kasih kembali, Bu Sri. Teruslah bersemangat dalam menulis, semoga sukses.

16 Feb

Sebuah pmbljaran. Trm ksh, Pak.

15 Feb
Balas

Terima kasih kembali, Bu Yossa. Teruslah berkarya dan tingkatkan kualitas tulisan.

15 Feb

Insyllh, Pak. Dengan bimbingan Bapak juga tentunya.

16 Feb



search

New Post