Penulis Karbitan
"Aku memang penulis karbitan seperti yang kamu katakan. Dari orang yang semula tak tahu apa pun tentang tulis-menulis, sebulan kemudian setelah kuikuti pelatihan menulis yang hanya berlangsung selama dua hari, aku berhasil menulis sebuah buku. Wajar bukan jika buku karyaku itu masih banyak kekurangannya?” kataku kesal sembari memelototi pria yang secara sinis telah mencibir buku karyaku. Pria kerempeng berambut gondrong itu terus saja mengatupkan bibirnya sembari memainkan jemari tangan kanannya di dagunya untuk mengejekku.
“Kalau kemudian aku merasa bangga karena telah mampu menulis buku ini, memang apa salahku? Kurasa, sedikit pun kamu tak punya hak untuk melarangku, bukan?” lanjutku sembari terus memelototinya. Kali ini kulihat pria berumur sekitar 50 tahun itu terkekeh-kekeh sembari menggeleng-gelengkan kepalanya seakan mengejekku. Karuan saja, sikapnya itu membuat darah mudaku mendidih.
“Baru bisa menulis satu buku yang tak jelas kualitasnya saja sudah sombong. Bagaimana jika nantinya kamu telah bisa menulis puluhan buku seperti diriku?” ujarnya sembari mencibirkan bibir dan memicingkan mata kirinya.
Aku benar-benar sudah tak tahan melihat sikap pria menyebalkan itu. Darahku yang sudah mendidih membuat diriku tak lagi mampu mengendalikan diri. Seketika aku melompat ke arahnya lalu menjambak rambutnya yang gondrong dengan tangan kiriku. Sementara telapak tanganku yang kanan sudah aku kepalkan dan telah siap untuk menghancurkan kepalanya. Sesaat kemudian aku arahkan tinjuku ke wajahnya. Namun belum sampai kepalan tangan kananku mendarat di wajahnya, kurasakan ada tangan kekar yang mencengkeram lenganku untuk mencegah tindakanku.
“Untuk apa kamu melakukan ini, Basir? Tak perlu kamu melayani kata-kata dan sikapnya. Biarkan saja dia ngomong dan bersikap sesukanya. Yang harus kamu lakukan bukan memukulnya dengan kepalan tinjumu. Teruslah kamu belajar untuk meningkatkan kualitas tulisanmu. Tulislah buku berkualitas sebanyak-banyaknya. Hal itulah yang nantinya akan mampu membungkam mulutnya.” Kudengar suara penuh wibawa dari orang yang tengah mencengkeram lenganku. Secara perlahan kemudian aku lepaskan jambakanku pada rambut pria kerempeng itu.
Sesaat setelah aku lepaskan jambakanku, pria berambut gondrong itu kemudian melangkah pergi meninggalkanku sembari terus memandangiku dengan pandangan sinis untuk memancing emosiku. Namun seperti nasihat laki-laki yang mencengkeram lenganku, aku tak lagi menghiraukannya. [*]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keburu ninju ....hhh. Oke Pak.
Hhhh... ok, Pak.
Sepakat.. terus belajar agar semakin berkualitas. inspiratif Pak Edi. Salam sehat dan sukses terus Pak..
Alhamdulillah. Terus tingkatkan kualitas tulisan Ibu. Tak perlu melayani orang picik seperti itu. Salam sehat dan sukses kembali untuk Bu Lupi.
Mantap pak edi.. Pertama kali mendengar dicibir, didihan darah muda kembali hadir. Tp memang benar. Tak perlu dilayani. Mari kita tingkatkan tulisan dan konsisten si diri. Terimakasih pak edi. Ingin sekali setiap tulisan saya dikritik pak edi. Sehat selalu y pak salam literasi dan sukses
Terima kasih sekali, Bu Nur. Iya, tingkatkan terus kualitas tulisan kita. Akan saya usahakan, Bu. Salam literasi kembali dan sukses pula untuk Bu Nur.
Salam sukses juga buat paak edi ya...
Itu salah satu bentuk julid ya pak... Hehe
Iya, Bu. Bukannya memberi semangat malah mencibir.
Setuju pak, bungkam dengan karya
Iya, Bu. Itu langah bijak dan tepat untuk membuat dia terdiam nantinya.
Mohon ijin share pak, tulisan yang menginspirasi
O ya, silakan Bu.
Bagus kali tulisan Bapak. Apa sih triknya Pak. Diateitupa (terimakasih) Pak.Horas
Apa iya, Pak Jon? Tidak ada trik apa pun. Menulis saja seperti sedang berbicara santai. Itu saja. Horas juga, Pak.
Easy going,Pak..Maju terus
Terima kasih sekali atas apresiasi Bu Siti. Maju terus dan terus maju dalam berkarya.
Betul pak berusaha dan berusaha jadi terbaik
Betul, Bu Wetri. Teruslah berusaha untuk meningkatkan kualitas tulisan.
Kita coba memetik hikmah dari segala sisi ya Pak. Selaku penulis karbitan, ya jangan ujub dulu lah. Dan kalau memang sempat dilecehkan orang, bungkam saja dengan tetap berkarya. Terima kasih Pak Edi atas tulisan yang menginspirasi. Semoga kita tetap menjadi pembelajar yang istikamah. Salam sukses Pak Edi.
Ya, Bu. Setiap penulis memang hendaknya selalu rendah hati dan terus mau belajar tentang kepenulisan agar bisa meningkatkan kualitas tulisannya. Sukses untuk Bu Enggra dengan karyakaryanya.
Setuju pak, lawan dengan terus berkarya dan meningkatkan kualitas karya kita
Ya, Bu. Begitulah cara yang tepat untuk membuat orangorang seperti dia terdiam. Teruslah berkarya, semoga sukses.
Setuju pak.. Luar biasa.. Membungkam dengan karya.
Alhamdulillah... Ya Mas Rezi. Seperti itu yang sebaiknya kita lakukan.
Mantap kali tulisan bapak. Biarlah orang mencibir, asal kita terus berusahabelajar, Insyaallah akan lebih baik pada waktunya.
Terima kasih, Bu. Ya Bu, setiap penulis hendaknya mau terus belajar untuk meningkatkan kemampuan menulisnya.
Yup.. Betul pak.. Berkarya terus... Tak perlu mengharap orang utk memuji.
Ya Bu, begitulah yang seharusnya kita lakukan. Teruslah berkarya, semoga sukses.
Teruslah belajar...Kata kata penyemangat bagi orang yg baru saja belajar menulis spt saya.Makasih pak
Betul, Bu. Setiap penulis hendaknya mau terus belajar utk meningkatkan kemampuan menulisnya.
Mantap Pak...maju terus pantang mundur...
Terima kasih, Bu Ratna Maju terus dan terus maju.